Mulutmu harimaumu,inti cerita dari orang yang tersakiti, saya!
Ini loh Tuhan, aku sedang mengadu. Aku tak tahu kenapa mulut begitu beracun? Kenapa mulut begitu mudah mencetak kata yang bagai silet mengiris nadi? Apa mulut, hati, dan fikiran tidak lagi saling berkoordinasi? Hingga begitu mudah menyanyat hati ini? Aku lelah Tuhan..
Keinginan untuk melawan itu ada, namun terhambat dinding keberanian yang begitu kuat. Diam tak berarti mengalah atau lemah. Diam bukan berarti menerima begitu saja, bukan. Tak pernah berniat membiarkan rasa sakit menggambang diatas kekerasan hati, menimbun rasa sakit hingga melibihi kemampuan. Dan hingga waktunya nanti tabung kemarahaan itu meledak, tidak pernah ada rasa ini!
Keegoisannya mengalahkan kekuatan yang dikira selama ini begitu wah, saya masih lemah. Disini saya ringkih bagai semut diinjak sang kucing, ini sakit memang. Sekali lagi, saya masih lemah.
Finally, bukannya diri ini mencoba untuk menjadi outlier, tapi ini hanya bentuk pembangkangan hati yang tak berbunyi. Ketika hati tak sanggup menahan, apakah kaki ini harus tetap berdiri di sampingnya? Surely, No!
Weel, inilah hidup, begitu banyak cerita yang bagai mozaik-mozaik kecil. Mungkin diri kecil ini tak sanggup merubahmu, tapi diluar sana hidup lebih keras dan membutuhkan kesabaran dan kelembutan. Disaat kau masih begini, mungkin dunia tak akan bersahabat seperti sekarang.
- Your mouth is the biggest of your killer-